Friday, May 16, 2014

Pengaruh transaksi internet dalam perilaku TSI

Pemanfaatan teknologi informasi bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para user, contoh pemanfaatan dari teknologi informasi yaitu ATM untuk mengambil uang, menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi melalui mobile banking, menggunakan internet untuk melakukan transaksi (internet banking atau membeli barang), berkirim e mail, menjelajah internet, dll.

Gangguan pemanfaatan teknologi sistem informasi adalah penyimpangan- penyimpangan atau penyalahgunaan teknologi informasi yang dilakukan oleh banyak kalangan.
Berikut adalah beberapa penyalahgunaan atau gangguan pemanfaatan teknologi informasi yang sering kita jumpai:
• Pencurian data dari orang lain
• Pencurian uang orang lain
• Pencurian data rahasia milik Negara atau institusi
• Merusak atau mengganti sistem database institusi maupun perusahaan
• Penyadapan e-mail
• Munculnya pembajakan lagu dalam format MP3
• Pornografi

Untuk pencegahan dari gangguan pada pemanfaatan teknologi informasi dilakukan peran serta pemerintah dalam upaya mengontrol perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk mencegah penyalahgunaan yang mungkin terjadi di masyarakat. Selain itu, aturan- aturan tentang teknologi informasi juga tertuang dalam undang- undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronika).
Tujuan dari pembentukan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 tercermin dari pasal 4, yaitu mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektornik yaitu:
• mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia
• mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
• meningkatkan efektivitas dan pelayanan publik
• membuka kesempatan seluas- luasnya pada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab
• memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi


Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal-pasal di bawah ini :
-Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
-Pasal 9 Bentuk Tertulis
-Pasal 10 Tanda tangan
-Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
-Pasal 12 Catatan Elektronik
-Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam pasal-pasal berikut ini:
-Pasal 14 Pembentukan Kontrak
-Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
-Pasal 16 Syarat Transaksi
-Pasal 17 Kesalahan Transkasi
-Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
-Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
-Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
-Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan

Dari Pasal–pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.

Implikasi Pemberlakuan RUU ITE

Persyaratan permohonan hak merek
Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembangan dunia cyber atau dunia teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritorial suatu negara. 

Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfaatkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti maraknya proses prostitusi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya pemerintah indonesia mengesahkan UU ITE untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.

Manfaat pelaksanaan UU ITE
1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain

Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.

Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan. Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).

Pengaruh UU ITE
Maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust.

Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain”. Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.

Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masyarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
-Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
-Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
-Penyampaian pendapat dalam dunia maya
-Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
-Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
-Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
-Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal

Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.

Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Untuk itulah pemerintah perlu serius menanganani Transaksi Elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.

Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan mengkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.

Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.

Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh mengatakan, saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno, padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang menggunakan komputer. Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).



Sumber

http://latansablog.wordpress.com/2014/04/20/tugas-2-etika-dan-profesionalisme-tsi-ata-2013-2014-4ka23/
http://iamfunnyfany.blogspot.com/2014/04/tulisan-8-etika-profesionalisme-tsi.htm
l