Sunday, November 18, 2012

Meresensi Novel Pengarang Dewi Lestari

Cover :
  • JUDUL BUKU : Madre
  • OLEH : Ian Frisky
  • JUDUL : Madre
  • PENGARANG : Dewi Lestari
  • TAHUN TERBIT: 2011
  • CETAKAN Ke : 1

Isi :
  • Cerita Singkat Novel :
            Novel ini menyuguhkan berbagai tema diantaranya
1. Perjuangan sebuah toko roti kuno
2. Dialog antara ibu dan janin nya
3. Dilema antara cinta dan persahabatan
4. Reikarnasi dan kemerdekaan sejati
  • Kelebihan novel :
Sampul pada novel ini unik karena bergambarkan bangunan masa lalu yang cocok dengan isi dari novel, pemilihan warna kelabu pada novel juga mendung pada isi dari novel karya Dewi Lestari, ditambah lagi dengan font tulisan yang digunakan pada sampul sebagai judul novel begitu mengesankan akan nuansa etnik masa lalu
  • Kekurangan novel :
Penjualan novel ini tidak merata di seluruh toko-toko buku, novel ini hanya bisa dijumpai di toko buku besar

Tuesday, October 9, 2012

Beberapa Kata Yang Berasal Dari Lingkungan

-Toke : Disebut seperti itu karena berbunyi Tokee..
-Cicak : Disebut seperti itu karena berbunyi ckckck..
-Jangkrik : Disebut seperti itu karena berbunyi Krik krik..
-Kodok : Disebut seperti itu karena berbunyi mirip kodok..
-Ngorok :  Disebut seperti itu karena ketika tidur bunyinya ngrook ngrook..
-Dangdut : Disebut seperti itu karena alunan lagunya terdengar dang dan dut..
-Meong :  Disebut seperti itu karena kucing berbunyi meong..
-Mbek :  Disebut seperti itu karena kambing berbunyi mbek.. 
-Gukguk:  Disebut seperti itu karena anjing berbunyi gukguk.. 

gunadarma.ac.id

Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Masa Kini


Pembinasaan Bahasa Indonesia di Dalam Negeri

Bahasa Alay



“Terus, gue mesti bilang WOW, gitu?”
“Ciyus? Enelan? Miapah?”
“L!k3 st4tz aqwh eaapz”
“Mupph1n 4khuw”



Kalimat-kalimat diatas adalah contoh Pembinasaan Bahasa Indonesia di dalam negeri dari sisi EYD maupun norma, etika dan adat berbicara timur yang terkenal dengan kesopanannya.  Kalimat-kalimat diatas lebih dikenal di Indonesia sebagaiBahasa Alay, atau di dunia IT dua kalimat terakhir disebut Bahasa Hacker. Tidak ada yang tahu persis bagaimana asal mula dari merebaknya bahasa alay ini.

Ada yang menyebut dimulai dari bahasa pergaulan para banci salon. Ada lagi yang menyebut karena pengaruh layanan pesan singkat handphone (SMS) yang memaksa penggunanya untuk menyingkat kata sesingkat mungkin apabila ingin menulis pesan yang agak panjang. Pandangan lain menyatakan bahwa faktor psikologis remaja zaman sekarang dan didukung oleh perkembangan teknologi turut mendukung berkembangnya penggunaan bahasa ini.

Mungkin pada awalnya bahasa alay hanya ada pada tata cara penulisan di SMS. Penulisan “yang” disingkat menjadi “yg”, “seseorang” menjadi “ssorg”, “tanggung jawab” menjadi “tgg jwb”, dan banyak lagi. Dari awalnya yang menggunakan huruf-huruf yang “normal” dan masih dalam batas “kewajaran”, mulailah masuk “bahasa hacker” yang menggabungkan antara alphabet dengan angka dan simbol-simbol.

Penggunaan bahasa hacker dimaksudkan untuk keamanan password akun seperti email agar tidak mudah dibobol oleh hacker karena password dengan kombinasi huruf-angka-simbol dianggap sebagai password yang paling sulit (hampir mustahil) untuk dibobol. Beberapa saran dari praktisi IT menyebutkan bila ingin password yang aman dan mudah diingat maka gunakanlah angka atau simbol sebagai pengganti alphabet.

Contohnya, bila ingin password “Jakarta Raya” menjadi password yang tangguh, maka penulisannya bisa seperti “J4k4rt4 R4y4” atau kombinasi model lainnya.

Namun, dalam perkembangannya password “Jakarta Raya” seperti mulai di-gemuk-kan menjadi, contoh: “Jh4kart@ Rhayh@4”. Atau dengan model lainnya (maaf saya tidak terlalu ahli dalam membuat penulisan bahasa alay tingkat akut).

Nah, dari perkembangan seperti ini bahasa alay mulai dikenal dengan ciri-ciri tulisannya yang menggunakan simbol, angka (seperti plat nomor) dan ejaan yang berubah dan di-gemuk-kan. Contoh paling ekstrim saya menemukan nama akun facebook seseorang yang ditulis seperti berikut:




Aponkk Ciiguardiannaangell Mencaricciintassejati
Afief Hatecoffeebutlikecoffeetheory
Bebyameliacayankridhomulyadie Dengansepenuhhati Kanselalucayankridho
- Sherllyghibitiyahaliyah Lorenciiabenciitmendmunapik SyngmamhMahessadrofwanted
- Abiiee Chayank Zack Chellalu Clamhannya
- ZrieeYgsllcayankcienta AA’pholepel




Seperti itu lah, belum ditambahkan dengan angka dan simbol saja sudah bikin mata dan otak pusing. Entah dengan maksud seperti apa para alay-ers -sebutan untuk orang alay- sengaja memilih kata-kata seperti ini. Salah satu pengguna bahasa ini pernah saya temui di jalan ketika saya sedang menunggu kereta saat pulang kuliah. Setelah berbincang sejenak, saya iseng bertanya mengapa dia yang masih SMP itu sengaja menggunakan bahasa alay. Jawabannya klise, sederhana, namun membuat saya menggeleng-gelengkan kepala: “Biar gue keren ama eksis, bang”. Waah.

Disamping bahasa alay dalam bentuk tulisan, pelencengan bahasa Indonesia dalam bentuk “lisan” juga sudah marak. Tetap dengan label “bahasa alay”, hanya saja beda penerapannya.



Saya ambil contoh kalimat yang sedang trend, yaitu:

“Ciyus? Enelan? Miapah?” (Serius? Beneran? Demi apa?) dan

“Trus, gue mesti koprol sambil bilang ‘wow’, gitu?”



Kalimat pertama entah muncul dari mana asalnya dan siapa yang memulainya. Yang saya tangkap dari kalimat yang bertanya tiga kali itu bernada seperti anak balita yang baru belajar berbicara. Kalimat diatas mulai terkenal lewat media sosial seperti twitter dan facebook dan merambah ke ranah pergaulan lisan sehari-hari di kalangan remaja. Kesan yang ditimbulkan dari penggunaan kalimat diatas, menurut saya seperti orang yang tidak percaya tapi dengan ekspresi yang “merendahkan”.

Bayangkan, bila anda misalkan berbincang dengan figur terkenal. Seorang produser misalnya. Dan anda berbicara dengan teman anda bahwa anda sesaat yang lalu anda berbincang dengan seorang produser terkenal. Lalu rekan anda mengatakan:“Ciyus? Enelan? Miapah?”, tentu dengan mimik antara tidak percaya, iri dan merendahkan karena hampir semua yang mengatakan ini menggunakan mimik dan nada bicara yang sama. Bagaimana perasaan anda? Pasti jengkel, kecuali anda kurang normal.

Lebih parah lagi bila teman anda berkata “Trus, gue mesti koprol sambil bilang ‘wow’, gitu?”. Secara langsung kalimat ini terang-terangan menunjukkan rasa tidak menghargai dan menghina bila anda menganggap pembicaraan anda serius dan bukan suatu candaan sama sekali.

Saya masih teringat ketika saya mendapat nilai bagus dalam ulangan sewaktu Sekolah Dasar beberapa tahun yang lalu dan saya memberitahukannya kepada teman-teman saya. Mereka mengucapkan selamat dan berbahagia bersama saya, dengan beberapa diantaranya menantang untuk berkompetisi di ulangan yang berikutnya.

Namun lihat pada masa sekarang, begitu ada yang mengumumkan kalau dia mendapat nilai bagus saat ulangan, balasannya antara dua kalimat alay diatas. Alhasil secara psikologis, ia merasa usahanya sama-sekali tidak dihargai dan sia-sia. Di sisi yang mengatakan, secara perlahan ia menumbuhkan sifat iri dan kurang menghargai karena pengucapan kalimat-kalimat tersebut hampir dipastikan dengan suara ketus dan ekspresi dan gaya bahasa merendahkan.

Inilah bahaya negara Indonesia hanya dari segi bahasa saja. Memang banyak orang yang membenci penggunaan bahasa ini. Tapi kalau hanya sekadar dibenci, dicaci dan semacamnya hanya akan menyuburkan “pembinasaan bahasa” ini. Perlu ada sebuah gerakan nyata untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini sebelum menjadi sebuah “budaya” yang memalukan.

Pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di institusi pendidikan mesti digalakkan dan dikembangkan bukan hanya dari sisi teori, namun dari sisi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi mengingat bahasa alay sudah mulai menggabungkan dengan bahasa asing, terutama bahasa inggris karena trend bahasa Inggris semakin marak.


Memudarnya Kemauan Berbahasa Indonesia

Sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan asing yang menerapkan standar bahasa Inggris lisan dan tulisan. Dibuktikan dengan perolehan nilai TOEFL dari lembaga-lembaga resmi. Entah kenapa saya melihat ini hanya penjajahan modern. Bagaimana bisa perusahaan asing yang membuka cabangnya di Indonesia mengharuskan karyawannya yang orang Indonesia harus bisa bahasa mereka. Bila diumpamakan, anda menerima tamu di rumah anda. Namun anda harus mengikuti kebiasaan tamu anda itu. Sungguh ironis dan lucu Indonesia ini.

Apalagi dengan bermunculannya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan rintisannya (RSBI). Sekolah-sekolah itu menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Saya merasakan sendiri karena sewaktu saya sekolah, SMK saya adalah RSBI (sekarang sudah SBI). Penekanan berbahasa Inggris sungguh ditekankan, sedangkan bahasa Indonesia –menurut pandangan saya- dianggap hanya sebagai hiasan pelengkap saja sebagai mata pelajaran Ujian Nasional. Bahasa Indonesia juga seperti di-anak-tiri-kan, dengan perlakuan yang berat sebelah. Contoh, lebih banyak sekolah dengan lab bahasa inggris dibandingkan lab bahasa Indonesia.

Proyeksi sekolah RSBI dan SBI ini adalah mencetak siswa yang kompeten di lapangan kerja. Oke, memang itu bagus. Tapi di sisi bahasa Indonesia, kurikulum pengajarannya seolah menghancurkan bahasa Indonesia dengan meng-anak-tiri-kannya dengan bahasa Inggris. SBI adalah “Sekolah Bertaraf Internasional”, bukan “Sekolah Internasional”. Di negara Jepang sana, universitas sekelas Universitas Tokyo (Tokyo University/Todai) saja meskipun berkelas internasional tetap menggunakan bahasa Jepang sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa inggris “hanya” digunakan disaat tertentu saja, seperti di mata kuliah bahasa Inggris. Sisanya tetap menggunakan bahasa Jepang.



Dimanakah jiwa nasionalisme kita yang sesungguhnya saat ini?

Apakah nasionalisme kita baru tergerak bila kita terang-terangan dijatuhkan oleh orang asing?

Sadarkah kalau sudah sering jiwa nasionalisme kita digadai demi kepentingan imperialis asing?

Banggakah kita bila nilai-nilai dan kebudayaan Indonesia tergerus westernisme?

Mengapa kita selalu latah dan bangga dengan budaya luar, sedangkan budaya sendiri dibiarkan begitu saja padahal bangsa asing begitu menilai tinggi?

Kemanakah semangat Sumpah Pemuda 1928?

Thursday, April 19, 2012

Baobab Pohon Raksasa

Pohon Baobab atau Asem Buto layak disebut Pohon Raksasa. Pohon bernama latin Adansonia Digitata tingginya ini mampu mencapai 47 meter dengan lingkar batang mencapai 16 meter. Dengan ukurannya yang raksasa itu African Baobab dianggap sebagai pohon terbesar kedua setelah Redwood.

Meskipun asli Afrika, pohon raksasa African Baobab ternyata tumbuh juga di Indonesia. Berdasarkan survei Trubus, di wilayah Jawa Barat terdapat puluhan pohon baobab yang telah berusia sekitar 160 tahun.

Baobab sendiri merupakan nama umum dari tumbuhan anggota genus Adansonia. Genus ini terdiri atas delapan spesies yang 6 di antaranya asli Madagaskar, satu spesies baobab asli Afrika dan satu spesies lagi asli Australia.
The African Baobab mempunyai beberapa nama seperti Asem Buto dan Kitambleg (Indonesia).

Pohon baobab mempunyai tinggi sekitar 5-30 meter, dengan diameter batang sekitar 7-11 meter. Tapi,glencoe baobab, salah satu jenis African Baobab yang ditemukan di Afrika Selatan tingginya mencapai 47 meter, lingkar batangnya hampir 16 meter, dan sebaran daun (dahan) mencapai 37 meter.

Ukurannya yang raksasa sebanding dengan usia pohon ini. Beberapa jenis baobab diduga dapat hidup hingga ribuan tahun, walaupun sulit untuk mengetahui secara tepat usianya karena kulit pohon ini tidak memproduksi kambium seperti kebanyakan pohon berkayu.

Pohon raksasa ini dapat tumbuh di daerah panas, hutan kering, daerah berbatu, hingga daerah dengan curah hujan yang rendah.

Manfaat Baobab

Meskipun banyak yang belum mengetahui manfaat pohon baobab, namun diyakini African Baobab ini menyimpan berbagai manfaat. Buah baobab diduga memiliki kandungan vitamin C yang tinggi bahkan hingga enam kali lebih banyak dari jeruk. Kadar kalsium yang dipunyainya diduga lebih tinggi ketimbang susu.

Daun dari pohon yang dikenal sebagai Asem Buto ini dapat dipergunakan untuk bahan lalap atau sayur, dengan kandungan mineral yang sangat tinggi. Kulitnya juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat, seperti bahan membuat tali, dan pakaian. Selain itu berbagai kandungan zat dalam pohon itu juga dipergunakan sebagai ramuan dalam pengobatan tradisional.

Pohon Baobab di Indonesia

Pohon baobab (Adansonia Digitata) didapati tumbuh di Indonesia. Walaupun belum diketahui pasti kapan pertama kali Pohon Asem Buto (Baobab Afrika) ini masuk ke Indonesia, namun diduga bibit pohon raksasa ini dibawa oleh pedagang dari Timur Tengah dan Afrika sejalan dengan penyebaran Islam di Indonesia. Berdasarkan survei Trubus di wilayah Jawa Barat, terdapat puluhan pohon baobab yang berusia sekitar 160 tahun.

Melihat ukuran, usia, dan manfaat yang serba raksasa ini, tidak mengherankan jika kemudian UniversitasIndonesia (UI), mengonservasi tujuh pohon baobad (direncanakan pohon yang dikonservasi 10 batang) ke dalam lingkungan UI. Tak tanggung-tanggung, usaha pemindahan sebatang pohon baobad menelan biaya hingga seratusan juta.

Konservasi pohon baobad oleh Universitas Indonesia dari beberapa tempat di Jawa Barat bertujuan untuk meneliti berbagai potensi yang dikandung pohon raksasa ini. Selain itu, pemindahan pohon ini diharapkan mampu menyelamatkan pohon baobad di Indonesia dari kepunahan.

Penasaran bagaimana bentuknya?? Ini dia…
Buah / Biji Baobab

 Bibit Baobab