Minyak bumi makin langka dan mahal. Harganya juga terus meroket dipicu gejolak politik di Timur Tengah yang tak pernah usai. Kondisi itu mendorong berbagai kalangan mencari bahan bakar alternatif: hidrogen, air, sampah, biodesel, bahkan urin.
Para peneliti Belanda saat ini tengah sibuk membuktikan keampuhan "si air kuning". Penelitian sampai saat ini masih dilakukan. Kabar baiknya, sejauh ini berjalan lancar dan hasilnya amat menjanjikan.
Bersama-sama dengan Universitas Delft, lembaga penelitian DHV telah mengembangkan teknis pemrosesan urin. Baru-baru ini mereka berhasil mendapatkan hak paten di Cina, Afrika Selatan, Amerika Serikat dan Eropa.
"Kami memproses urin yang dikumpulkan, secara konvensional dan kimiawi. Melakukan pendekatan untuk menghasilkan 'energi kuning'," kata Andreas Glesen, Manajer Inovasi DHV Research, seperti dimuat Radio Nederland (RNW).
Di Belanda, energi yang didapat dari urin dapat memasok energi 30.000 rumah. Itu pun hanya dari urin manusia. Jika produksi urin ditingkatkan, maka pasokannya bisa bertambah lima kali lipat.
Proses untuk menjadikan urin sumber energi alternatif sejatinya sederhana. Urin mengandung senyawa amonia. Jika dipanaskan secara perlahan, urin akan berubah menjadi gas amonia. Gas tersebut dapat dimasukkan ke dalam sel bahan bakar (fuel cell), sejenis generator, dan kemudian digunakan untuk menghasilkan lisrik.
Dengan pasokan urin yang selalu tersedia, energi listrik yang dihasilkan pun bisa diadakan setiap saat. Berbeda dengan energi yang dihasilkan dari angin dan minyak, yang bergantung pada kondisi alam.
Tak hanya jadi sumber energi, residu pemrosesan urin, asam fosfat, juga bisa digunakan untuk membuat pupuk, yang tak berbahaya karena tak mengandung bahan kimia.
Salah satu hasil temuan penelitian tersebut akan dibuka untuk para investor. Meskipun biaya awalnya cukup tinggi. Namun biaya tersebut akan terbayar kembali dalam waktu 8-10 tahun. Di Belanda, jangka waktu tersebut masih masuk akal dan bisa diterima.
No comments:
Post a Comment